PDAM Kabupaten Barito Kuala secara umum mempunyai beban permasalahan sebagai berikut:
1. RENDAHNYA CAKUPAN LAYANAN
Dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Barito Kuala hanya 15 kecamatan yang dapat terlayani air bersih, sedangkan 2 kecamatan masih belum menikmati air bersih. Dalam perhitungan sebanyak 32,12% (93.155 jiwa) dari 289.995 jiwa penduduk Kabupaten Barito Kuala yang dapat terlayani.
2. RENDAHNYA KUALITAS AIR BAKU
Secara umum kualitas air baku sebagai sumber air olahan PDAM Barito Kuala kualitasnya lebih jelek dibandingkan dengan daerah lain di Kalimantan Selatan.
Karakteristik air baku tersebut seperti, tingkat keasaman tinggi, pH rendah, kelat (sepat), dan tingkat kekeruhan (NTU) yang tinggi. Adanya intrusi air laut (asin) pada saat musim kemarau, seperti Unit-unit Pelayanan PDAM di Tamban, Tabunganen, Anjir Muara, dan Anjir Pasar semakin memperparah keadaan.
Jika kemarau pendek (berlangsung sekitar 4 bulan), intrusi air laut menjangkau hampir 45% wilayah perairan Barito Kuala. Pada saat musim kemarau panjang (berlangsung sampai 6 bulan), intrusi air laut menjangkau hampir 65% wilayah Sungai Barito Kuala, yang tentunya mengganggu operasional PDAM yang hanya mengandalkan air sungai (permukaan) sebagai sumber air baku.
Pada wilayah pelayanan seperti Unit IKK Cerbon yang di mana pengambilan air baku di permukaan sungai Badandan, setiap air surut maka air yang berasal dari air persawahan atau limbah air dari pengerukan sawit kondisinya asam. Operasional PDAM menjadi terhambat. Dengan kondisi air baku demikian mengakibatkan :
- Kualitas air bersih yang dihasilkan kurang bagus dan belum standar
- Besarnya beban biaya operasional (bahan kimia) untuk pengolahan air
- Kapasitas pengolahan tidak dapat maksimal dioperasionalkan
- Menciptakan banyaknya keluhan pelanggan
Untuk Unit IKK Alalak, pengambilan air baku dari dilakukan di Sungai Pinang Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar. Dibangun sejak tahun 2007 dan operasionalkan dari tahun 2010 telah lalu.
Namun sekarang jaringan perpipaan air baku tersebut sudah tidak mencukupi lagi bagi pemenuhan kebutuhan pelanggan di IKK Alalak. Sehingga dengan demikian diperlukan penambahan pipa transmisi dari diameter 300mm menjadi 600mm.
3. RENDAHNYA TARIF AIR MINUM
Tarif yag ideal seharusnya adalah dapat menutupi biaya operasional, umum, dan administrasi, keuntungan ditambah investasi, atau dengan istilah full cost recovery.Rata-rata harga jual (tarif) air yang berlaku sekarang adalah  Rp 3.901,68- untuk 1m³ (meter kubik) air. Jika dibandingkan dengan biaya operasional untuk memproduksi air per-meter kubiknya adalah Rp 8.907,31. Jadi terdapat selisih antara harga air dengan biaya sekitar Rp 5.000,-. Dengan kondisi demikian PDAM berupaya keras agar kontinuitas distribusi air bersih kepada pelanggan/ masyarakat dapat berlangsung. Dengan harga demikian sangat sulit bagi PDAM untuk melakukan investasi secara mandiri.
PDAM terus berusaha untuk menutup biaya operasional dengan jalan melakukan subsidi silang antarkelompok tarif air. Kelompok yang mampu men-subsidi kelompok tidak mampu.
Cara lain dengan meninjau ulang Kelompok Pemakai Air dengan perubahan kenaikan status pendapatan masyarakat yang dulunya berada di kelompok II (rumah tangga sederhana) disesuaikan dengan pendapatannya menjadi pemaikai air kelompok III (rumah tangga biasa). Hal demikian dilakukan seiring dengan meningkatnya daya beli dan kesejahteraan masyarakat.
4. MENURUNNYA KEMAMPUAN SISTEM EKSISTING
Setelah beroperasi selama hampir 29 tahun tentunya sudah banyak sarana dan peralatan yang sudah menurun kemampuannya, sudah aus, atau rusak sama sekali. Seperti kinerja Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang sudah menurun, kemampuan pompa yang tidak sesuai lagi dengan kapasitasnya, jaringan perpipaan yang sudah keropos, genset yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan daya, serta peralatan operasional lainnya yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan.
5. SARANA DAN PRASARANA SERTA ALAT PENUNJANG
     Sarana, prasarana, dan alat yang dimiliki oleh PDAM Barito Kuala saat ini masih sangat kurang, hal ini ditandai dengan:
- Kurangnya peralatan operasional, seperti tidak adanya alat pemotong aspal, excavator, dan stamper. Apabila terjadi kebocoran pada ruas jalan, PDAM tidak mudah atau lambat memperbaikinya karena tidak memiliki alat.
- Tidak adanya alat pemotong dan penyambung pipa HDPE untuk pipa diameter besar (> 200 mm).
- Terbatasnya alat transportasi untuk mobilisasi peralatan seperti mobil, forklift, take all, dan lain-lain.
- Kantor unit yang masih sederhana.